Tuhid Ilahi merupakan perhatian utama dakwah Rasulullah saw. Sebaliknya
syirik atau kemusyrikan adalah hal utama yang diperangi oleh Rasulullah
saw. Tauhid dan Syirik (kemusyrikan) adalah dua hal yang tidak dapat
bersatu itulah pesan yang harus kita camkan sebagai pengikut Rasulullah
saw. Bagaimana kenyataannya sekarang? ada baiknya kita merenungkan
tulisan berikut:
Titik pusat agama, tempat segala masalah berputar di sekitarnya, atau
akar pohon Islam yang baginya semua akidah dan amal perbuatan lainnya
merupakan dahan-dahannya, adalah Iman kepada Allah. Semua akidah adalah
untuk mendukungnya, dan semua amal perbuatan adalah untuk menguatkannya.
Di antara rukun-rukun keimanan kepada Allah, yang terbesamya adalah
iman kepada Tauhid. Rasulullah saw semenjak beliau mendakwahkan risalat
hingga akhir hayat beliau, terus menerus mengumandangkan ajaran laa
ilaaha Illallah yakni, tiada yang layak disembah kecuali Allah. Beliau
menanggung segala macam penderitaan, namun beliau tidak henti-hentinya
mengemukakan ajaran ini. Sehingga, pada saat beliau meninggal dunia pun,
andaikata âda sesuatu yang dipikirkan oleh beliau, sesuatu itu tak lain
melainkan kekhawatiran menghilangnya dari dunia ini ajaran yang telah
ditegakkan oleh beliau dengan memberikan banyak pengorbanan.
Hati seorang muslim akan meleleh dan jantungnya akan remuk redam apabila
ia membaca di dalam buku-buku hadis dan sejarah, betapa keadaan
Rasulullah saw. tatkala beliau menanggung derita sakit yang mengantar
beliau ke gerbang maut, yang karena kehebatan penderitaan itu jisim
beliau mengeluarkan air keringat dan penyakit beliau kian mempengaruhi
saraf-saraf beliau yang sehalus-halusnya, dan kegelisahan serta
keresahan beliau kian memuncak ketika beliau memikirkan dengan rasa
khawatir bahwa jangan-jangan orang-orang sepeninggal beliau akan
melalaikan ajaran ini dan orang-orang akan dihinggapi lagi kemusyrikan.
Dan, pada saat ketika beliau berada dalam keadaan menderita pun, beliau
melupakan diri pribadi beliau sendiri dan dari kekhawatiran memikirkan
nasib umat, beliau membolak-balikkan badan beliau dari kanan ke kiri dan
dari kiri ke kanan seraya berucap,
"Allah melaknat umat Yahudi dan umat Krtsten, karena mereka telah
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka mesjid-mesjid. " (Bukhari, Bab
Mardhun-Nabi)
yang dengan itu dimaksudkan oleh beliau sebagai peringatan untuk
berwaspada agar sepeninggal beliau jangan sampai orang-orang mukmin
menyembah beliau juga, karena perbuatan itu bertentangan dengan ajaran
yang senantiasa diajarkan beliau sepanjang hidup beliau, dan jangan
melupakan ajaran Tauhid llahi.
Kegelisahan beliau waktu sakit menjelang wafat dan kecintaan beliau
terhadap Tauhid llahi merupakan suatu peristiwa yang amat mengharukan,
sehingga setiap orang yang mencintai beliau, karena terbawa oleh
pengaruh peristiwa yang memilukan itu, tidak akan sekali-kali
menghampiri kemusyrikan.
Namun demikian, kita menyaksikan bahwa di antara orang orang yang
menyebut diri mereka orang-orang Islam, kebanyakan dari mereka dengan
terang-terangan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam
ini. Siapakah di antara orang-orang Islam yang hidup seribu tiga ratus
tahun yang lalu menyangka bahwa pada suatu ketika kelak orang-orang yang
memikul panji
laa ilaaha illallah akan bersujud kepada
kuburan-kuburan? Siapakah menyangka bahwa mereka akan bersembahyang
dengan menghadapkan muka ke arah tempat-tempat orang-orang suci mereka
dan mereka mempercayai manusia-manusia yang mengetahui gaib? Siapakah
menyangka bahwa mereka akan menganggap para wali memiliki kekuasaan
Allah dan memohon kepada orang-orang mati supaya maksud-maksud mereka
terkabul? Siapakah menyangka bahwa mereka akan mempersembahkan
sesajen-sesajen di atas kuburan-kuburan? Adapun tentang orang-orang
keramat, mereka berkeyakinan bahwa apa pun yang diinginkan orang orang
keramat itu akan dikabulkan oleh Allah Taala dan menyangka bahwa wujud
mereka itu hadir di mana-mana. Mereka memberikan korbanan yang
dialamatkan kepada orang-orang lain selain Allah. Kemudian, paling
celaka lagi, mereka mengatakan bahwa semua ajaran itu merupakan ajaran
Alquran Suci dan ajaran junjungan kita Rasulullah saw. Akan tetapi,
dari timur sampai barat dan dari utara sampai selatan, di tempat-tempat
orang-orang Islam tinggal, semua hal yang disebutkan di atas tengah
dilakukan; dan sebagian besar orang-orang Islam melakukan paling tidak
satu di antara hal-hal tersebut di atas.
Melihat kesedihan dan kepiluan hati Rasulullah saw., Allah Taala telah
menyelamatkan makam keramat beliau dari bid'ah-bid'ah itu. Akan tetapi
di makam-makam para wali Islam lainnya dewasa ini, upacara-upacara
berbau kemusyrikan berlangsung tak kurang ramainya daripada di kuil-kuil
orang-orang Hindu. Andaikata Rasulullah saw. datang pada masa ini dan
menyaksikan apa yang sedang berlangsung, niscaya beliau tidak akan
menyangka bahwa orang-orang ini umat Islam, bahkan beliau akan menyangka
mereka itu pengikut-pengikut suatu agama musyrik lain.
Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa semua khayalan itu digandrungi
oleh orang-orang bodoh dan para ulama memandang jijik semua khayalan
itu. Akan tetapi, sesungguhnya keadaan suatu bangsa dinilai dari bagian
terbesar bilangan perorangan bangsa itu. Apabila kebanyakan orang-orang
Islam adalah penganut khayalan-khayalan itu, maka kita harus mengambil
ketetapan bahwa keadaan orang-orang Islam, ditilik dari segi ketauhidan,
telah jatuh. Mereka telah melupakan sendi kalimah
laa ilaaha illallah, jiwa Islam.
Akan tetapi ini pun tidak benar kalau dikatakan bahwa orang-orang awam
saja yang mempercayai akidah-akidah itu. Mereka yang dikeramatkan oleh
orang-orang kebanyakan dan para kyai pun menyetujui khayalan-khayalan
orang-orang kebanyakan itu. Dan apabila sebagian dari antara mereka
tidak menyetujui dengan sepenuh hati, maka paling kurang keadaan
mereka pun demikian rusaknya, sehingga mereka tidak dapat secara terbuka
melawan khayalan-khayalan orang-orang kebanyakan. Hal demikian itu pun
merupakan suatu gejala bahwa keimanan telah rusak.
Sebagian dari aliran-aliran Islam menyatakan bahwa mereka sama sekali
jauh dari kemusyrikan dan mereka marah terhadap orang-orang lain yang
karena praktek-praktek kemusyrikan mereka itu — telah merugikan Islam.
Akan tetapi ajaibnya ialah mereka sendiri pun menjadi mangsa musibah
kemusyrikan. Yang memperbedakan dari orang lain hanya kenyataan bahwa
mereka ini tidak menyekutukan tiap orang dengan Allah hanya saja
menganggap orang-orang Islam selebihnya, meyakini bahwa Nabi Isa as.
masih hidup di langit. Mereka ini berpendapat bahwa junjungan kita
Rasulullah saw., Nabi yang termulia dari antara sekalian nabi, terkubur
di dalam tanah, sedangkan Nabi Isa a.s. (Almasih) masih hidup di langit
semenjak dua ribu tahun yang lalu —
naudzubîllah min dzalik Allah
tidak mendatangkan maut kepada beliau. Mereka membaca dengan jelas di
dalam Alquran bahwa orang orang suci yang diseru oleh manusia, selain
Allah semuanya telah mati, tidak hidup; dan mereka tidak mengetahui
kapan beliau-beliau akan dibangkitkan. Allah Taala berfirman,
أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ ۖ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
"Mereka itu mati, tak hidup. Dan mereka tidak mengetahui kapan akan dibangkitkan." (16:21)
Kemudian mereka menyaksikan, orang-orang Kristen telah menjadikan Nabi
Isa a.s. sebagai obyek sembahan selain Allah. Kendati demikian mereka
tidak melepaskan kepercayaan tentang hidupnya Almasih as., lagi tidak
malu-malu mengatakan akan hal diri mereka sendiri sebagai orang-orang
bertauhid. Demikian pula, benar orang-orang ini dengan lantang menentang
kemusyrikan, namun daripada itu mereka meyakini bahwa NAbi Isa Almasih
as. pernah menghidupkan orang-orang mati. Padahal, Allah Taala berfirman
bahwa Dia pun tidak menghidupkan kernbali orang mati di dunia ini,
sebagaimana Dia berfirman,
وَحَرَامٌ عَلَىٰ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَنَّهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
"Dan sungguh tidak mungkin atas penduduk suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwasannya mereka tidak akan kembali." (21 : 95).
Yakni, Dia telah memutuskan bahwa orang-orang yang telah meninggal dunia tidak akan kembali lagi ke dunia
Demikian pula Dia berfirman,
وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
"Dan di belakang mereka ada dinding penghalang hingga hari tatkala mereka akan dibangkitkan lagi " (Al-mu'minuun [23] : 100).
Di dalam hadits Rasulullah saw kita dapati bahwa tatkala ayah Jabir ra.,
yakni Abdullah ra sudah syahid, Allah Taala berfirman kepada Abdullah
bahwa beliau boleh meminta apa yang beliau menghendaki. Atas firman itu
beliau mengatakan bahwa beliau hanya ingin dihidupkan kernbali untuk
turut bersama-sama Rasulullah saw. berjihad dan sekali lagi mati syahid
pada jalan Allah lalu dihidupkan kernbali dan sekali lagi mati syahid.
Atas ujar itu Allah Taala berfirman bahwa, seandainya Dia tidak
bersumpah atas nama Zat-Nya, niscaya Dia akan menghidupkan kembali
beliau. Jadi, karena Dia telah berjanji bahwa Dia tidak akan berbuat
serupa itu, maka Dia tidak akan melakukannya (Tirmidhi, Kitabut Tafsir,
Surah Ali lmran, lbnu Majah, dan Misykat).
Tidak terpikir oleh orang-orang itu, betapa sesuatu yang tidak dilakukan
oleh Allah Taala sendiri di dunia ini dan sesuatu yang merupakan salah
satu di antara Sifat-sifat khas-Nya, pernah dikerjakan oleh nabi Isa as,
mereka telah terkelabui oleh perkataan di dalam Alquran yang berbunyi “
uhyil mautaa”-"Aku
(Nabi Isa as.) menghidupkan orang yang telah mati" (3 : 50). Akan
tetapi tatkala perkataan yang sama dipergunakan bagi Rasulullah saw.
dalam Alquran yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, terimalah seruan Allah dan Rasul- Nya
apabila ia memanggil kamu kepada apa yang menghidupkan karnu. " (Al-'Anfal [8] : 24),
maka perkataan itu, yakni perkataan menghidupkan, diartikan oleh mereka itu berkaitan dengan kehidupan rohani. Kalau kata
ahya
berarti juga memberi kehidupan rohani, dan jika tiada wujud dapat
menghidupkan orang mati selain Allah Taala, dan bila Allah Taala pun
tidak menghidupkan kembali di dunia ini orang orang yang sudah mati,
maka mengapa pula mereka tidak mengartikan kata
ahya sesuai dengan Kalam llahi, sehingga tidak menimbulkan syirik?
Demikian pula orang-orang yang mengaku bertauhid ini meyakini bahwa Nabi
Isa a.s. dahulu pernah menciptakan burung-burung. Padahal mereka
membaca di dalam Alquran bahwa selain Allah tiada seorangpun dapat
menciptakan sesuatu pun. Allah Taala berfirman,
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ
Dan orang-orang yang menyeru selain Allah swt., mereka itu tidak menjadikan sesuatu
pun, bahkan mereka sendiri yang telah diciptakan. (An-Nahl [16] : 20)
Kemudian Dia berfirman:
ۗ أَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ
الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ ۚ قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ
الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
'
'Atau, apakah mereka itu menjadikan bagi Allah sekutu yang telah
menciptakan seperti ciptoanNya, sehingga kedua jenis ciptaan itu nampak
serupa soja bagi mereka? Katakanïah, 'Hanya Allahlah Yang telah
menciptakan segala sesuatu dan Dialah Yang Maha esa, Mahaperkasa.
(Ar-Ra'd [13]:16).
Demikian pula Allah berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَ
Sesungguhnya, mereka yang karnu sembah selain Allah tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka itu bergabung untük maksud
itu. (Al-Haj [22]:74),
sedangkan Nabi isa as. sendiri termasuk di antara mereka yang diseru
selain Allah. Pendek kata, kendatipun ada di dalam Alquran tercantum
dengan jelas bahwa tiada seorang pun dapat mencipta sesuatu, selain
Allah, dan kalau pun ada seseorang yang berbuat serupa itu toh Dia lah
satu-satunya Wujud sembahan, mereka mengartikan ayat —
أَنِّي أَخْلُقُ لَكُم مِّنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ ال
"Aku (Nabi Isa as.) akan membuat untuk kemanfaatanmu dari
pribadi-pribadi yang mengandung sifat seperti tanah, sesuatu makhluk
dengan cara yang serupa burung mengeram. "Peny. (Ali- Imran [3] : 50),
bertentangan dengan ajaran Alquran yang muhkam (tegas). Lagi mereka
tidak berpikir bahwa sebuah perkataan dapat dipergunakan dalam berbagai
makna. Jadi, hendaknya mengartikan perkataan itu sesuai dengan bunyi
ayat-ayat Alquran Suci lainnya dan selaras dengan kemuliaan seorang
hamba Allah. Hendaknya jangan bertentangan dengan hal-hal yang muhkam
(tegas) dan menyalahi kemuliaan Allah Taala. Pula hendaknya, sementara
menyatakan diri bertauhid, jangan terjerumus ke dalam lembah
kemusyrikan.
Kepercayaan-kepercayaan berbahaya itulah yang terdapat dewasa ini di
kalangan orang-orang Islam — baik dari kaum alim ulama maupun dari
orang-orang bodoh, baik dari mereka yang taklid maupun dari mereka yang
tidak takiid, baik dari golongan Ahli Sunah maupun dari golongan Syiah.
Dan, karena kehadiran kepercayaan-kepercayaan itu, tiada seorang pun
dapat mengatakan bahwa orang-orang Islam berpijak pada asas laa ilaaha
illallah Tidak syak lagi bahwa dewasa ini pun kalimah laa ilaaha
illallah diucapkan oieh orang-orang Islam. Akan tetapi, dikarenakan
oleh kepercayaan-kepercayaan tersebut di atas, mereka telah begitu
menjauhnya dari mafhumnya tak ubah halnya seperti bangsa-bangsa musyrik
lainnya.
Ajaran yang diberikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad berkenaan dengan
segala kegelapan itu merupakan ajaran yang demikian saratnya dengan
ketauhidan dan padat dengan upaya menegakkan kegagahan Allah taala
sehingga hati manusia - dengan menerimanya - akan dipenuhi dengan
kecintaan kepada kepada Allah taala, dan manusia akan benar-benar
terpelihara dari api kemusyrikan. la akan mencapai derajat ketauhidan
itu seperti dahulu pernah dicapai oleh para sahabat di zaman Rasulullah
saw. Beliau berupaya membuktikan kesalahan semua kepercayaan tersebut di
atas berlandaskan pada dalil-dalil dan menerangkan bahwa Allah itu Esa
adanya. Semua perbuatan itu—seperti memohon kepada seseorang yang sudah
mati dan bukan kepada Allah agar segala keinginannya terkabul, atau
mempersembahkan sesajen di atas kuburan, atau bersujud kepada seseorang
yang masih hidup atau yang sudah mati, atau menganggap seseorang
memiliki kekuasaan seperti Tuhan, atau menganggap nabi ataupun bukan
nabi mengetahui gaib, atau menyembelih hewan atau memberikan sesuatu
sebagai sedekah dengan mengalamatkannya kepada seseorang selain Tuhan
guna memperoleh keridhaannya, atau meyakini seseorang bahwa apa pun yang
diinginkannya Allah selalu memperkenankan-semua itu adalah perbuatan
syirik. Hendaknya orang mukmin menjauhi hal itu.
Demikian pula beliau membuktikan bahwa Nabi Isa Almasih as. telah wafat,
seperti para nabi lainnya, dan telah dikebumikan. Beliau pernah
menghidupkan orang-orang yang mati rohani. Seperti halnya manusia
lainnya dapat mencipta sesuatu, demikian pula beliau dahulu mencipta.
Beliau tidak memiliki kemampuan memberi nyawa kepada sesuatu yang tak
bernyawa atau menghidupkan orang mati, baik tanpa maupun dengan seizin
Allah. Sebab, tidak lazim pada Allah Taala melimpahkan Sifat-sifat
khususNya kepada seorang hamba pun. KalamNya jelas-jelas membantah
adanya Sifat-sifat semacam itu pada wujud Nabi Isa as atau pun pada
seseorang yang lain. Selama orang-orang menganut kemusyrikan, selama itu
mereka akan membuat-buat ide bahwa Allah Taala telah melimpahkan
kekuatan-kekuatanNya kepada si Fulan. Seorang pun tidak adà yang
mengatakan bahwa apa yang dijadikan sembahannya itu telah bebas dari
kekuasaan Allah Taala dan ia berkuasa sendiri di muka bumi. Beliau
menghalau kegelapan syirik dengan suatu ajaran yang sesuai atau
mengembalikannya kembali Alquran dan sesuai dengan akal. Beliaupun
menunjukkan pula kepada orang-orang Islam jalan lurus yang telah
semenjak lama ditinggalkan oleh mereka. Dengan demikian beliau telah
melaksanakan tugas yang telah ditetapkan untuk diemban oleh Almasih yang
akan datang kedua kalinya.
(Da'watul Amir” karangan Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, terj,
Sayyid Syah Muhamamd al-Jaelani dan R. Ahmad Anwar, Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (Bandung: Guna Bakti Grafika, 1989), cet ke-1, hal. 175-183)