Galau. Kata yang tiba-tiba laris
belakangan ini. Tidak kurang Harian Kompas dan bahkan Mario Teguh,
motivator kondang itu ikut mengangkat tema dari kata ini. Kompas menulis
bahwa Galau kini hadir diberbagai media. Mulai dari berbagai judul
berita seperti “Pasar Galau Rupiah Melemah”, nama radio online seperti
RadioGalau.com, dan beberapa grup di media sosial di Facebook dan
Twitter seperti Forum Galau Indonesia.
Mario Teguh Golden Ways bulan lalu mengangkat tema “Muda dan Galau”.
Ia mengaitkan kalau galau dekat dengan kawula muda. Sebab kaum muda ini
memang yang psikologisnya paling labil, dan mudah untuk bicara (baca:
curhat) dengan orang lain. Orang tua pun sebenarnya mengalami fase galau
ini, hanya orang tua sudah sadar jika kegalauan pribadi adalah
tanggungjawab sendiri.
Apa arti galau ini sebenarnya? Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat
bahwa galau memiliki beberapa arti seperti: sibuk beramai-ramai; ramai
sekali; kacau tidak keruan (pikiran). Galau yang selama ini ramai
dibicarakan sepertinya cocok dengan arti yang terakhir. Sinonim dengan
risau, gundah ataupun resah.
Ada beberapa hal yang membuat galau menjadi kata yang top. Pertama,
galau hadir di kalangan muda yang memang sedang resah dalam pencarian
jati diri. Kehidupan yang semakin tidak mudah dari hari ke hari membuat
anak muda punya banyak pilihan dalam menjalani hidup. Lalu, apa anak
muda jaman dulu tidak resah dalam pencarian jati diri? Sama saja, hanya
mereka tidak mengenal kata galau dan curhat. Apa sebab?
Anak muda jaman sekarang hidup di alam demokratis yang serba terbuka.
Bebas untuk mengatakan apa saja. Termasuk bebas untuk curhat,
mengungkapkan apa saja, dan bercerita apa saja pada siapa saja.
Singkatnya, anak muda jaman sekarang bebas untuk menggalau.
Satu hal lagi yang membuat kenapa Galau menjadi diksi yang tenar
adalah dengan merebaknya media sosial yang banyak digunakan oleh anak
muda. Memang tidak bisa dipungkiri jika Galau memang menyebar lewat
media sosial seperti Facebook dan Twitter. Jadi nanti, setelah Galau,
jika ada kata-kata lain yg rajin dipakai para tweeps dan facebooker,
maka kata itu pasti akan gampang terkenal
Namun jika kita lihat lebih lanjut, hal yang menyebabkan kenapa Galau
begitu populer adalah budaya kita yang gampang mengaduh dan mengeluh.
Ketika masyarakat begitu permisif dengan sikap gampang mengeluh dan
mengaduh ini maka ‘galau’ dan saudara-saudaranya akan sangat mudah
menjangkiti masyarakat kita. Maka bisa jadi kita sekarang adalah bangsa
yang sedang galau.
Bahasa memang menjadi identitas bangsa. Perhatikan bahasa-bahasa pada
jaman orde lama yang penuh agitasi, sangat berapi-api dan kental dengan
ideologi. Neokolim, Nasakom, Ganyang dan Revolusi adalah sedikit kata
yang jamak dipakai kala itu. Dua kata pertama dekat dengan perang
ideologi yang waktu itu juga melanda dunia lewat perang dingin antara
Amerika Serikat dan Soviet. Neokolim akronim dari Neo Kolonialisme dan
Imperialisme sedangkan Nasakom istilah untuk tiga ideologi yang beken
kala itu: Nasionalisme, Agama dan Komunis. Kata terakhir, Ganyang, lebih
menjadi semacam pelecut semangat ketika Indonesia berkonfrontasi dengan
negara lain. Malaysia, misalnya.
Orde baru lebih halus, dengan kata-kata Pembangunan, Subversif atau
Gerakan Pengacau Keamanan. Bahasa yang lebih kalem sepertinya
menggambarkan sosok Soeharto yang memang tidak sekeras Bung Karno. Maka
jadilah kala itu, kita menjadi bangsa yang adem ayem namun bagai
menyimpan api dalam sekam yang akhirnya meledak setelah tiga dekade orde
baru berkuasa.
Pasca orde baru, istilah yang berkembang jauh melampui jaman
sebelumnya. Berbagai serapan bahasa inggris menjadi jamak digunakan. Dan
tentu saja, muncul banyak istilah baru di kalangan anak muda yang
mungkin terdengar aneh untuk generasi sebelumnya. Sebut saja jablay,
lebay dan alay. Jadi, para alay yang jablay dan kadang lebay, sudahkah
anda galau hari ini?
Title : Sudahkah anda galau hari ini?
Description : Galau. Kata yang tiba-tiba laris belakangan ini. Tidak kurang Harian Kompas dan bahkan Mario Teguh, motivator kondang itu ikut mengangkat...